Dalam Khazanah Ilmu Tasawuf, kitab Nafahat al-Uns min hadhrat al-quds (embusan-embusan dari hadirat yang maha suci) sangatlah dikenal. Karya Nuruddin Abdurrahman bin Ahmad bi Mhammad Al-Jami inilah yang merupakan buku terakhir tentang ensiklopedia sufi yang paling lengkap, dibanding dengan buku sufi lainnya.
Nuruddin Abdurrahman bin ahmad bin muhammad Al-Jami, yang sering disebut namanya dengan singkat Jami, lahir di Jam, Khusaran 817/1414 M, dan wafat di Herat, Afghanistan, 898 H/1492 M. Iamenulis kitabnya ini dalam bahasa persia, bahasa ibunya kemudian dikenal luas dalam versi terjemahan bahasa arabnya. Jami adalah pengikut tareqat Naqsabandiyah, ia berguru kepada Sa'adudin Kasyari, murid dan mengganti tareqat itu, Khawajah Bahauddin An-naqsabandi, dan kemudian ia berguru kepada Khawajah Ubaidilah ahrar, yang cecara politis paling berpengaruh dari semua Syaikh Naqsabandiyah.
Selain menulis Nafahat al-Uns, Jami juga manulis beberapa kitab berbahasa arab. Diantaranya, Al-durrah al-Fakhirah (mutiara mulia) . kitab ini mengupas perbandingan diantara pandangan-pandangan ilntlektual dalam masalah theologi khusus, yang menjelaskan masal-masalah sufisme teoretis madzhab Ibnu Arabi yang digunakan.
Al-durrah Al-fakhirah sangat berpengaruh kepada ulama besar asal makassar, Syaikh Yusuf al-Makassari. Syaikh yusuf mempelajari kitab ini dibawah bimbingan gurunya, Syaikh Ibrahim al-kuraini. Dua salinan Al-Durrah Al-Fakhirah yang dikerjakan oleh Syaikh Yusuf masih ada sampai sekarng, salah satunya mengandung hasyiah (catatan pinggir) yang diberikan oleh Syaikh Ibrahim sendiri pada teks tersebut.
Tiga Perjalan
Jami juga dikenal sebagai penyair sufi persia klasik yang terkenal. Ia mendapatkan gelar terkenal "penutup para penyair" (khatam syu'ara). Setelah itu tidak dikenal lagi penyair persia klasik hingga abad ke-20, dengan munculnya sastra persia modern. Kitab Nafahat al-Uns ditulis berdasarkan riset yang lama dari berbagai sumber kitab sufi sebelumnya, seperti thabarat ashufiyah (tingkat-tingkat para sufi), karya Abdurrahman assulami (325-412 H/937-1021 M), yang telah diterjemahkan ke bahasa persia oleh Khawajah Abdullah Al-Anshari (3696-481 H/1006-1086 M). Jami menambahkan 105 tokoh sufi yang ada dalam kitab Thabaqat Asshufiyah, menjadi 200 sufi. Dari semua tokoh itu, semuanya pria. Hanya, jami tidak memasukan dua tokoh sufi yang terkenal, yaitu Ibnu Arabi dan Jalaludin Arrumi.
Jami menganggap Al-Anshari sebagai Syaikh Al-Islam yang memberikan penjelasan atau syarah tentang perjalanan atau wasiyat para wali yang disampaikan dalam bentuk kisah, hikayat, anekdot atau upacara yang bertebaran dibanyak bagian dalam kitab Nafahat Al-Uns. Sebagai contoh, Al-Anshari memberikan penjelasan terhadap perkataan Dzunun Al-misri, sufi asal mesir.
Dzunun Al-Misri mengatakan, "aku menempuh perjalanan tiga kali, dalam mendapatkan tiga ilmu. Pada perjalanan pertama aku mendapatkan ilmu yang bisa diterima dimasyarakat awam dan khash. Pada perjalanan kedua, aku mendapatkan ilmu yang hanya bisa diterima dikalangan Khash. Dan pada perjalanan ketiga aku mendapatkan ilmu yang tidak bisa diterima dikalangan awam dan khash. Maka tinggalah hampa aku seorang diri".
Syaikh Al-Islam menjelaskan Ilmu Pertama adalah ilmu Taubat, bisa diterima dikalangan awam maupun khash. Ilmu kedua adalah Ilmu Tawakal, cara berhubungan dan mahabah, ilmu ini hanya diterima dikalangan khash. Ilmu ketiga adalah Ilmu Haqiqat, ilmu ini tidak bisa diterima dikalangan awam maupun khash, sehingga mereka menjauhi ilmu inidan mengingkari keberadaannya. Syaikh Al-Islam Menambahkan, bahwa perjalan ketiga tidak menggunakan kaki, melainkan menggunakan Himmah (kekuatan konsentrasi).
Nuruddin Abdurrahman bin ahmad bin muhammad Al-Jami, yang sering disebut namanya dengan singkat Jami, lahir di Jam, Khusaran 817/1414 M, dan wafat di Herat, Afghanistan, 898 H/1492 M. Iamenulis kitabnya ini dalam bahasa persia, bahasa ibunya kemudian dikenal luas dalam versi terjemahan bahasa arabnya. Jami adalah pengikut tareqat Naqsabandiyah, ia berguru kepada Sa'adudin Kasyari, murid dan mengganti tareqat itu, Khawajah Bahauddin An-naqsabandi, dan kemudian ia berguru kepada Khawajah Ubaidilah ahrar, yang cecara politis paling berpengaruh dari semua Syaikh Naqsabandiyah.
Selain menulis Nafahat al-Uns, Jami juga manulis beberapa kitab berbahasa arab. Diantaranya, Al-durrah al-Fakhirah (mutiara mulia) . kitab ini mengupas perbandingan diantara pandangan-pandangan ilntlektual dalam masalah theologi khusus, yang menjelaskan masal-masalah sufisme teoretis madzhab Ibnu Arabi yang digunakan.
Al-durrah Al-fakhirah sangat berpengaruh kepada ulama besar asal makassar, Syaikh Yusuf al-Makassari. Syaikh yusuf mempelajari kitab ini dibawah bimbingan gurunya, Syaikh Ibrahim al-kuraini. Dua salinan Al-Durrah Al-Fakhirah yang dikerjakan oleh Syaikh Yusuf masih ada sampai sekarng, salah satunya mengandung hasyiah (catatan pinggir) yang diberikan oleh Syaikh Ibrahim sendiri pada teks tersebut.
Tiga Perjalan
Jami juga dikenal sebagai penyair sufi persia klasik yang terkenal. Ia mendapatkan gelar terkenal "penutup para penyair" (khatam syu'ara). Setelah itu tidak dikenal lagi penyair persia klasik hingga abad ke-20, dengan munculnya sastra persia modern. Kitab Nafahat al-Uns ditulis berdasarkan riset yang lama dari berbagai sumber kitab sufi sebelumnya, seperti thabarat ashufiyah (tingkat-tingkat para sufi), karya Abdurrahman assulami (325-412 H/937-1021 M), yang telah diterjemahkan ke bahasa persia oleh Khawajah Abdullah Al-Anshari (3696-481 H/1006-1086 M). Jami menambahkan 105 tokoh sufi yang ada dalam kitab Thabaqat Asshufiyah, menjadi 200 sufi. Dari semua tokoh itu, semuanya pria. Hanya, jami tidak memasukan dua tokoh sufi yang terkenal, yaitu Ibnu Arabi dan Jalaludin Arrumi.
Jami menganggap Al-Anshari sebagai Syaikh Al-Islam yang memberikan penjelasan atau syarah tentang perjalanan atau wasiyat para wali yang disampaikan dalam bentuk kisah, hikayat, anekdot atau upacara yang bertebaran dibanyak bagian dalam kitab Nafahat Al-Uns. Sebagai contoh, Al-Anshari memberikan penjelasan terhadap perkataan Dzunun Al-misri, sufi asal mesir.
Dzunun Al-Misri mengatakan, "aku menempuh perjalanan tiga kali, dalam mendapatkan tiga ilmu. Pada perjalanan pertama aku mendapatkan ilmu yang bisa diterima dimasyarakat awam dan khash. Pada perjalanan kedua, aku mendapatkan ilmu yang hanya bisa diterima dikalangan Khash. Dan pada perjalanan ketiga aku mendapatkan ilmu yang tidak bisa diterima dikalangan awam dan khash. Maka tinggalah hampa aku seorang diri".
Syaikh Al-Islam menjelaskan Ilmu Pertama adalah ilmu Taubat, bisa diterima dikalangan awam maupun khash. Ilmu kedua adalah Ilmu Tawakal, cara berhubungan dan mahabah, ilmu ini hanya diterima dikalangan khash. Ilmu ketiga adalah Ilmu Haqiqat, ilmu ini tidak bisa diterima dikalangan awam maupun khash, sehingga mereka menjauhi ilmu inidan mengingkari keberadaannya. Syaikh Al-Islam Menambahkan, bahwa perjalan ketiga tidak menggunakan kaki, melainkan menggunakan Himmah (kekuatan konsentrasi).
-Berkomentarlah seputar konten yang di atas.
-jangan menyimpan link aktif.
-saya sangat menghargai kritik dan saran dari kalian, jadi berbahasalah dengan sopan.
EmoticonEmoticon